Sunday, May 10, 2009

Teamwork analogy in a railway


Ketika menunggu keberangkatan kereta api dari Bunde ke Maastricht, saya perhatikan baik-baik rel kereta api yang melintas di Bunde Railway Station. Terbersit kekaguman dalam benak saya bahwa potongan-potongan besi yang dirangkai sedemikian rupa dan saling melengkapi satu dengan yang lain, ternyata bisa membentuk sebuah rel yang membentang cukup panjang. Bukan hanya itu, rangkaian itu sedemikian kokohnya sehingga bisa dilintasi gerbong kereta api yang sangat berat yang membawa penumpang atau barang dari satu kota ke kota yang lain. Padahal apabila potongan-potongan besi itu berdiri sendiri-sendiri, mungkin hanya akan jadi potongan besi biasa dan manfaatnya tidak akan sebesar ini. Di satu sisi, kalau rel kereta itu kehilangan 1 atau 2 batang besi, kemampuan menopang beban gerbong kereta juga tidak akan menjadi sekuat apabila rangkaian potongan besi tersebut utuh.

Di dalam sebuah organisasi, setiap elemen memiliki fungsi yang penting dan masing-masing elemen yang berbeda-beda tersebut harus dapat saling melengkapi satu dengan yang lain untuk dapat mencapai tujuan bersama. Tidak optimalnya komunikasi di dalam organisasi dapat menyebabkan ketidakseimbangan di dalam organisasi tersebut, sehingga dapat mengganggu proses tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu, kerjasama dan komunikasi antar elemen yang ada di dalam itu organisasi sangatlah penting. Dan itulah mungkin sebabnya mengapa kerjasama dan komunikasi disebut sebagai team spirit. Karena seperti sebuah spirit atau soul yang menjadi energi penggerak suatu tim atau organisasi.

Berbicara mengenai kerjasama di dalam sebuah organisasi, saya jadi teringat saat saya mendapat tugas sebuah projek untuk merampungkan job evaluation di salah satu perusahaan tempat saya dulu bekerja. Job evaluation merupakan sebuah proses untuk mengevaluasi dan mendeskripsikan tugas dari suatu pekerjaan berdasarkan tugas, tanggung jawab dan kompetensi apa yang diperlukan, sekaligus memberikan penilaian dan rangking atas pekerjaan tersebut di dalam skala yang ditetapkan di dalam sebuah organisasi.

Semula tugas tersebut hanya dikerjakan oleh saya dan tim saya dari HRD saja, karena manajemen memperkirakan bahwa tugas tersebut hanya menjadi tanggung jawab dari bagian HRD dan bukan tanggung jawab dari keseluruhan organisasi. Namun, ternyata kami sempat mengalami kondisi macet yang cukup lama, karena walaupun bisa dibilang kami ahlinya masalah Human Resource di perusahaan tersebut, tetapi dengan jumlah karyawan yang ribuan orang, pengetahuan kami terbatas mengenai detail tugas karyawan di departemen yang berbeda-beda. Kami juga kesulitan mendapat dukungan dari departmen lain ketika kami memerlukan data dan informasi untuk menggarap tugas tersebut.

Setelah tidak ada kemajuan yang berarti dalam selang waktu tertentu, kemudian kami mencoba meyakinkan manajemen untuk mendapatkan dukungan dan merubah formasi tim dengan melibatkan masing-masing manager dari tiap departmen seperti Finance, Production, Technical Service, Customer Service, Information System, dsb. Kemudian kami juga melibatkan mereka secara aktif, seperti mensosialisasikan manfaat dan efek dari kelancaran projek tersebut terhadap mereka, membuat target dan planning yang kita sepakati bersama, membuat komitmen bersama untuk meningkatkan “sense of belonging”, mengadakan pertemuan rutin untuk memantau perkembangan projek yang kita buat dan saling mengingatkan dan membantu satu dengan yang lain apabila ada yang kesulitan mengerjakan tugas tersebut. Kami juga sering bertemu secara non formal di luar jam kantor untuk sekedar menghabiskan waktu bersama seperti makan siang bersama atau ngopi sembari ngobrol. Akhirnya, tugas tersebut malah lebih cepat selesai daripada perkiraan semula. Tugas yang semula ditargetkan selesai dalam jangka waktu 1 tahun, bisa kami selesaikan dalam waktu 10 bulan.

Ada tiga hal yang bisa saya tarik dari kejadian tersebut :
  • Pertama, dengan dilibatkannya para lini manager dari berbagai departmen tersebut, dan memberikan penjelasan yang transparan, justru meningkatkan rasa kepemilikan terhadap sebuah tugas di dalam organisasi, karena mereka jadi menyadari apa manfaat dari lancarnya tugas tersebut bagi mereka dan apa akibatnya bila tugas tersebut macet.
  • Kedua, dengan komunikasi yang intensif selama ini kami lakukan, baik secara formal mapun non formal, kami dari HRD jadi bisa melihat sebuah permasalahan dari sudut pandang yang berbeda, karena kami jadi tahu apa saja kesulitan-kesulitan para lini managerdi lapangan dan begitu pula sebaliknya, mereka jadi memahami kesulitan-kesulitan kami, sehingga kami bisa lebih memahami satu sama lain.
  • Ketiga, ternyata hubungan kami dengan departemen lainpun menjadi lebih harmonis, sehingga support yang kami dapatkan justru lebih tinggi daripada sewaktu tugas tersebut hanya dikerjakan oleh HR department saja dan begitu pula di tugas-tugas selanjutnya.

Suara peluit sang Kepala Stasiun memberikan tanda bahwa kereta api akan berangkat. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00. Saya segera bergegas naik ke atas gerbong kereta. Sekali lagi sempat saya tatap rel kereta itu. Dalam hati saya berkata, "Alangkah indahnya bila dalam sebuah organisasi, kita bisa selalu bergandengan tangan menggapai tujuan bersama, seperti rangkaian besi-besi yang membentuk jalinan rel kereta yang kokoh menghantarkan kereta api sampai ke tujuannya".

Written by Ati Paramita
Photo : Railway in Bunde - Maastricht by Ati Paramita

No comments:

Post a Comment