Karena waktu yang saya miliki sangat pendek hanya sekitar 3 jam dan saya tidak memiliki visa untuk jalan-jalan di Korea Selatan, maka tentu saja saya hanya bisa berjalan-jalan di seputar airport yang indah dengan sentuhan arsitektur modern. Hujan salju yang sangat lebat menerpa bandara udara Korea Selatan pagi itu di bulan Januari 2008, sehingga landas pacu dan badan pesawat tampak berwarna putih tertutup oleh salju.
Setelah menunggu selama 3 jam, pada saat menjelang jadwal keberangkatan, tiba-tiba pihak maskapai penerbangan mengumumkan bahwa keberangkatan pesawat harus ditunda selama 4 jam karena hujan salju yang semakin lebat menerpa, sehingga demi keselamatan penumpang, keberangkatan pesawat akan dilakukan menunggu hujan salju mereda.
Sempat terlintas kekecewaan dan kejengkelan dalam diri saya, saya berkata dalam hati “Apa? 4 jam lagi? Apa mereka ga ngerti kalau saya sudah menunggu selama 3 jam di sini”. Sekarang saya masih harus menunggu selama 4 jam lagi, berarti total waktu menunggu saya adalah 7 jam. Dan ternyata apa yang saya rasakan dialami juga oleh para penumpang lainnya yang kebanyakan adalah penumpang transit yang sudah menunggu cukup lama seperti saya.
Saya memperhatikan reaksi para penumpang tersebut satu per satu. Ada berbagai macam ekspresi ada di sana. Ada seorang ibu yang duduk di sebelah saya di ruang tunggu, bergegas menelpon putranya di Amsterdam yang akan menjemputnya mengatakan bahwa pesawatnya akan mengalami keterlambatan. Ada sepasang suami istri yang mengomel-ngomel dengan nada yang keras sehingga penumpang lainnya bisa mendengar apa yang diucapkannya. Ada seorang eksekutif yang mendatangi front desk, marah-marah, dan mengatakan bahwa dia ada perjanjian bisnis penting, sehingga meminta pihak front desk untuk segera memindahkan ke pesawat lain. Ada seorang anak muda yang tampak cuek, dia hanya terkejut sebentar tetapi kemudian memasang lagi speaker iPod di telinganya dan bersiul-siul.
Setelah saya sempat menarik nafas panjang sesaat, dan mengamati reaksi orang-orang di sekitar saya, kekecewaan dan kejengkelan saya malah menghilang. Saya merasa bersyukur bahwa total waktu menunggu saya hanya selama 7 jam, sementara ketika saya ngobrol dengan seorang penumpang dari Australia, ternyata dia harus menunggu lebih lama dari saya dengan total waktu tunggu kurang lebih selama 12 jam.
Kemudian saya ngobrol dengan Ibu yang duduk di sebelah saya tadi, dia juga menuturkan “I don’t care how long I have to wait. For me, safety is more important than taking a risk for flying in the bad weather”. Sejujurnya, saya setuju dengan pendapat Si Ibu itu. Kembali saya bersyukur, bahwa keselamatan saya dan semua penumpang tetap terjaga karena keberangkatan pesawat tersebut ditunda. Saya bayangkan pasti rasanya ngeri juga seandainya si pilot nekad menerbangkan pesawat dalam kondisi hujan dan badai salju. Tiba-tiba energi positif saya kembali hadir, saya memilih untuk tidak membiarkan kekecewaan dan kejengkelan menemani saya, saya memilih untuk menikmati suasana yang ada. Lalu setelah saya selesai mengobrol dengan penumpang lainnya, saya segera membuka notebook saya, membuat catatan-catatan kecil mengenai apa yang saya alami, sehingga saya bisa sharing seperti apa yang saya tuliskan di sini dan menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Kadang-kadang kita tidak bisa mengelak dari situasi-situasi yang tidak kita inginkan yang terjadi di sekitar kita dan di luar kendali kita, seperti jalanan yang macet saat kita berangkat dan pulang beraktifitas, acara televisi yang kurang mendidik, berita-berita di media yang menegangkan, teman-teman kerja yang perangainya tidak kita sukai, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Memang kita tidak bisa mengendalikan hal-hal tersebut untuk berjalan sesuai dengan kemauan kita, tetapi sebetulnya kita bisa memilih respon aktif dalam menghadapi situasi semacam itu. Dalam situasi penundaan penerbangan seperti yang yang saya ceritakan tadi, instead of jengkel dan mengomel, saya memilih untuk bersyukur dan menikmati waktu dengan mengobrol dengan penumpang lain dan menulis kisah ini di notebook saya.
Demikian pula, kalo misalnya kita tidak menyukai acara-acara di televisi seperti sinetron yang kurang mendidik atau berita-berita yang menegangkan, kita bisa melakukan respon aktif dengan memindah channel kita dengan acara lain misalnya musik atau olahraga yang kita sukai, sehingga keberadaan acara televisi itu tidak menganggu kenyamanan kita, tetapi justru membuat kita merasa rileks.
Seandainya kita ditempatkan di lingkungan kerja yang teman-temannya menurut kita tidak menyenangkanpun, mungkin kita bisa mencari teman lain yang lebih nyaman menurut kita. Bahkan kita bisa juga introspeksi diri dan belajar untuk mengenal lebih jauh teman-teman yang menjengkelkan tersebut, barangkali ada sisi-sisi positif dari teman-teman tersebut yang selama ini tidak kita lihat atau kita kenal. Sehingga, kita bisa lebih memahami dan memaklumi latar belakang mengapa mereka bersikap begitu. Jadi, sikap menjengkelkan dari teman tersebut tidak mengganggu kita lagi.
All in all, walaupun kita tidak bisa mengatur segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita, tetapi dengan respon-respon aktif yang bisa kita pengaruhi terhadap diri kita sendiri tersebut, akan membantu kita untuk men-switch energi kita dari negatif ke positif. Sehingga, kita bisa lebih enjoy dan flexible dalam menghadapi situasi-situasi yang unpredictable and unexpected. Mari kita coba !!
No comments:
Post a Comment