Wednesday, April 22, 2009

Hadiah dari sahabat kecil

Beberapa hari yang lalu saya sempat berkunjung ke rumah sahabat kecil saya, Ayu Dina Rasmila atau biasa dipanggil Dina di daerah Depok. Dina berusia 11 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas VI SD. Saya mengenal Dina sejak dia dilahirkan, karena saya dulu pernah kos di rumah orangtuanya sewaktu mereka masih tinggal di Kebayoran Baru, sehingga Dina kecil sering bermain-main dan menghabiskan waktu bersama saya dan teman-teman kos lainnya. Saya dan teman-teman sangat krasan dan nyaman sekali tinggal di rumah tersebut karena sikap kekeluargaan mereka. Bahkan kami menganggap orang tua Dina (Mas Darsis dan Mbak Yati) dan anak-anak mereka yang lain (Dika dan Bagus) seperti keluarga kami sendiri. Tetapi kemudian karena rumah warisan keluarga tersebut harus dijual, sehingga mereka memutuskan untuk pindah ke Depok dan akhirnya saya dan teman-teman pindah dari rumah itu.

Sudah sekitar 3 tahun saya tidak bertemu dengan Dina dan keluarganya, karena kesibukan saya bekerja dan meneruskan sekolah ke Belanda. Sehingga ketika saya menelpon Dina dan mengatakan akan main ke rumahnya, dia gembira sekali bertemu dengan saya. Seharian itu ketika saya berkunjung ke rumahnya, saya habiskan waktu saya untuk menemani Dina bermain-main seperti ketika dulu saya masih kos di rumahnya. Saya menemaninya bercanda di taman rumahnya, bermain di kolam renang, menemani Dina makan, minum ice cream dan juga mendampinginya les pelajaran sekolah. Bahkan Dina juga ikut ketika saya dan Mamanya mengunjungi rumah salah satu teman kos juga, Indri, yang tinggal tidak jauh dari rumahnya karena kebetulan Indri baru melahirkan.

Ketika di sore hari saya pamit mau pulang dari rumahnya, tiba-tiba Dina menghilang, dan seperti sibuk sendiri mengerjakan sesuatu. Dia hanya bilang ke saya “Tungguin bentar ya, Mba Ati, Dina lagi sibuk!”. Sekitar tiga perempat jam saya tungguin dia, sampai akhirnya dia datang dan membawa sebuah kertas dengan tulisan khas anak-anak “Buat Mba Ati” . Ketika saya buka kertas tersebut, ternyata ada sebuah gambar tentang 2 orang perempuan yang berdiri berdekatan, dan dia menulis namanya dan nama saya di kedua orang tersebut. Hehe…. Gambar tersebut membuat saya tersenyum setiap kali memandangnya. It’s so cute ! Dan ketika saya buka halaman berikutnya ternyata di balik kertasnya Dina juga menulis sebuah puisi buat saya yang berjudul Kampung Halamanku. Oh my God, saya jadi terharu sekaligus kagum dibuatnya. Dalam usianya yang semuda itu, dia pintar sekali merangkai kata-kata yang indah yang menyentuh dan memberikan makna yang dalam.


Buat my little angle and my best friend, Dina. Terima kasih banyak ya ! Mbak Ati seneng banget deh dikasih gambar dan puisi dari Dina. Gambar Dina indah. Puisi Dina juga bagus dan dapat memberikan ketenangan dan kedamaian di hati Mba Ati. Selamat belajar, dan semoga lulus ujiannya nanti ! Sampai bertemu kembali di lain waktu. I miss you.

Wednesday, April 15, 2009

The journey of life


Photo : River flow in De Boskant Camping Ground by Denny Surya Martha

Tuesday, April 14, 2009

When we're caught in an unexpected situation

Ketika saya berada dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam sendirian, route pesawat yang saya naiki memang menyebutkan bahwa saya harus transit di bandara Korea Selatan selama 3 jam sesuai jadwal untuk menunggu penerbangan lanjutan. It’s a peak season in January 2008, jadi setelah hunting tiket murah ke sana kemari, akhirnya saya memutuskan untuk membeli tiket termurah yang available di bulan itu, walaupun routenya harus memutar ke Korea Selatan terlebih dahulu.

Karena waktu yang saya miliki sangat pendek hanya sekitar 3 jam dan saya tidak memiliki visa untuk jalan-jalan di Korea Selatan, maka tentu saja saya hanya bisa berjalan-jalan di seputar airport yang indah dengan sentuhan arsitektur modern. Hujan salju yang sangat lebat menerpa bandara udara Korea Selatan pagi itu di bulan Januari 2008, sehingga landas pacu dan badan pesawat tampak berwarna putih tertutup oleh salju.

Setelah menunggu selama 3 jam, pada saat menjelang jadwal keberangkatan, tiba-tiba pihak maskapai penerbangan mengumumkan bahwa keberangkatan pesawat harus ditunda selama 4 jam karena hujan salju yang semakin lebat menerpa, sehingga demi keselamatan penumpang, keberangkatan pesawat akan dilakukan menunggu hujan salju mereda.

Sempat terlintas kekecewaan dan kejengkelan dalam diri saya, saya berkata dalam hati “Apa? 4 jam lagi? Apa mereka ga ngerti kalau saya sudah menunggu selama 3 jam di sini”. Sekarang saya masih harus menunggu selama 4 jam lagi, berarti total waktu menunggu saya adalah 7 jam. Dan ternyata apa yang saya rasakan dialami juga oleh para penumpang lainnya yang kebanyakan adalah penumpang transit yang sudah menunggu cukup lama seperti saya.

Saya memperhatikan reaksi para penumpang tersebut satu per satu. Ada berbagai macam ekspresi ada di sana. Ada seorang ibu yang duduk di sebelah saya di ruang tunggu, bergegas menelpon putranya di Amsterdam yang akan menjemputnya mengatakan bahwa pesawatnya akan mengalami keterlambatan. Ada sepasang suami istri yang mengomel-ngomel dengan nada yang keras sehingga penumpang lainnya bisa mendengar apa yang diucapkannya. Ada seorang eksekutif yang mendatangi front desk, marah-marah, dan mengatakan bahwa dia ada perjanjian bisnis penting, sehingga meminta pihak front desk untuk segera memindahkan ke pesawat lain. Ada seorang anak muda yang tampak cuek, dia hanya terkejut sebentar tetapi kemudian memasang lagi speaker iPod di telinganya dan bersiul-siul.

Setelah saya sempat menarik nafas panjang sesaat, dan mengamati reaksi orang-orang di sekitar saya, kekecewaan dan kejengkelan saya malah menghilang. Saya merasa bersyukur bahwa total waktu menunggu saya hanya selama 7 jam, sementara ketika saya ngobrol dengan seorang penumpang dari Australia, ternyata dia harus menunggu lebih lama dari saya dengan total waktu tunggu kurang lebih selama 12 jam.

Kemudian saya ngobrol dengan Ibu yang duduk di sebelah saya tadi, dia juga menuturkan “I don’t care how long I have to wait. For me, safety is more important than taking a risk for flying in the bad weather”. Sejujurnya, saya setuju dengan pendapat Si Ibu itu. Kembali saya bersyukur, bahwa keselamatan saya dan semua penumpang tetap terjaga karena keberangkatan pesawat tersebut ditunda. Saya bayangkan pasti rasanya ngeri juga seandainya si pilot nekad menerbangkan pesawat dalam kondisi hujan dan badai salju. Tiba-tiba energi positif saya kembali hadir, saya memilih untuk tidak membiarkan kekecewaan dan kejengkelan menemani saya, saya memilih untuk menikmati suasana yang ada. Lalu setelah saya selesai mengobrol dengan penumpang lainnya, saya segera membuka notebook saya, membuat catatan-catatan kecil mengenai apa yang saya alami, sehingga saya bisa sharing seperti apa yang saya tuliskan di sini dan menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.

Kadang-kadang kita tidak bisa mengelak dari situasi-situasi yang tidak kita inginkan yang terjadi di sekitar kita dan di luar kendali kita, seperti jalanan yang macet saat kita berangkat dan pulang beraktifitas, acara televisi yang kurang mendidik, berita-berita di media yang menegangkan, teman-teman kerja yang perangainya tidak kita sukai, dan masih banyak lagi contoh lainnya. Memang kita tidak bisa mengendalikan hal-hal tersebut untuk berjalan sesuai dengan kemauan kita, tetapi sebetulnya kita bisa memilih respon aktif dalam menghadapi situasi semacam itu. Dalam situasi penundaan penerbangan seperti yang yang saya ceritakan tadi, instead of jengkel dan mengomel, saya memilih untuk bersyukur dan menikmati waktu dengan mengobrol dengan penumpang lain dan menulis kisah ini di notebook saya.

Ternyata, dalam situasi-situasi lainpun hal itu juga bisa diterapkan. Misalnya, kalo kita tidak ingin terjebak kemacetan yang akan membuat kita jengkel, mungkin kita bisa berangkat lebih pagi. Teman saya bercerita bahwa dia selalu berangkat dari rumahnya di Bekasi jam 05.15, sehingga sekitar pukul 06.00 dia sudah sampai di kantor nya yang berada di daerah Sudirman. Karena jam kantor dia baru efektif pukul 08.00, jadi dia manfaatkan waktunya untuk jogging di Senayan sekitar 1 jam, kemudian dia sarapan, mandi dan beraktifitas di kantor dengan tubuh yang bugar.

Demikian pula, kalo misalnya kita tidak menyukai acara-acara di televisi seperti sinetron yang kurang mendidik atau berita-berita yang menegangkan, kita bisa melakukan respon aktif dengan memindah channel kita dengan acara lain misalnya musik atau olahraga yang kita sukai, sehingga keberadaan acara televisi itu tidak menganggu kenyamanan kita, tetapi justru membuat kita merasa rileks.

Seandainya kita ditempatkan di lingkungan kerja yang teman-temannya menurut kita tidak menyenangkanpun, mungkin kita bisa mencari teman lain yang lebih nyaman menurut kita. Bahkan kita bisa juga introspeksi diri dan belajar untuk mengenal lebih jauh teman-teman yang menjengkelkan tersebut, barangkali ada sisi-sisi positif dari teman-teman tersebut yang selama ini tidak kita lihat atau kita kenal. Sehingga, kita bisa lebih memahami dan memaklumi latar belakang mengapa mereka bersikap begitu. Jadi, sikap menjengkelkan dari teman tersebut tidak mengganggu kita lagi.

All in all, walaupun kita tidak bisa mengatur segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita, tetapi dengan respon-respon aktif yang bisa kita pengaruhi terhadap diri kita sendiri tersebut, akan membantu kita untuk men-switch energi kita dari negatif ke positif. Sehingga, kita bisa lebih enjoy dan flexible dalam menghadapi situasi-situasi yang unpredictable and unexpected. Mari kita coba !!
Written by Ati Paramita
Photo : Snowing time in South Korea Airport by Ati Paramita

Sunday, April 12, 2009

The light in the darkness

If there is a desert, there must be an oasis,
Although perhaps it’s only small .
If there is a jungle, there must be a light,
Although perhaps it’s
rarely
to find.

Life sometime can be so complicated,

And many times we may not find the way out.
It’s not due to the unavailability of solution,
Or our limited capability to solve.

We often can not see it,
Only because of our unrealistic way to see,
Sometimes our expectation is too high,
But, we don't have enough patience and effort to catch it.

The hope is always there,
But, it depends on us whether we want to find it or not.
If we believe we can, for sure we will.

So, please don't give up !


Written by Ati Paramita
Photo : The candle light of hope by Ati Paramita

P.S. To my friend who is still struggling, please don’t give up !
I am sure you will find the way out. Good Luck !